Sawit Seberang – Rusaknya ekosistem di aliran Sungai Batang Serangan, Kabupaten Langkat diduga karena aktivitas galian C, membuat aktivis pencinta lingkungan geram. Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumut Rianda Puraba mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera bertindak.
Hal itu disampaikan Rianda, karena kondisi ekosistem di Kecamatan Batang Serangan dan Sawit Seberang, yang kian parah. “Meningkatnya aktivitas galian C yang diduga ilegal, akan berpotensi memberikan dampak pada daerah aliran sungai (DAS),” kata Rianda, Senin (8/5/2023) malam.
Selain itu, lanjut pemuda ramah tersebut, dampak galian C dapat berpotensi memperparah banjir yang terjadi di wilayah aliran sungai. Rianda mendesak agar APH segera bertindak. Karena menurut Rianda, hal itu merupakan tindak pidana.
“Hal tersebut merupakan tindak pidana. Penegak hukum harus mengusut tuntas dan menertibkan aktivitas penambangan galian C yang diduga ilegal tersebut. Siapa pun pengusahanya, harus mempertanggungjawabkan kerusakan lingkungan,” tegas Rianda.
Karena menurut Rianda, penambangan galian C dapat berdampak serius pada kerusakan lingkungan. Hal itu juga menjadi penyebab bencana ekologi. Terlebih, saat ini warga sekitar sudah merasakan dampakmnya.
Sebelumnya, warga Desa Sei Litur Tasik, Kecamatan Sawit Seberang, Langkat kian resah. Mereka kesulitan mendapatkan air bersih, diduga sejak maraknya aktivitas galian C di Sungai Batang Serangan. Warga berharap, agar pihak terkait segera menindak tegas pengusaha ‘nakal’ di sana.
Seperti yang disampaikan warga yang bernama Yuswanti. Ia dan warga lainnya kesulitan mendapatkan air akhir – akhir ini. “Sumur – sumur kami kering. Susah sekarang kami mendapatkan air bersih,” tuturnya, persis di sisi Sungai Batang Serangan dengan kondisi rusak parah, Sabtu (6/5/2023) sore.
Meskipun sudah cukup lama mengalami hal itu, pihak penambang pasir dan batu (sirtu) di sana terkesan acuh. Tidak ada upaya pengusaha membuat fasilitas air bersih untuk warga yang terdampak. Malah, pemerintah Desa Sei Litur Tasik yang membangunnya dengan menggunakan dana desa (DD), sebanyak empat unit.
“Selain galian C yang dikelola KSU, di Dusun VII desa kami juga ada galian C yang dikelola W diduga tak berizin. Selain rumah warga di sini yang ambrol, luas perkebunan kami juga berkurang karena abrasi. Sejak ada galian C, sungai rusak parah,” terang warga lain yang enggan menyebutkan namanya.
Selain Yuswanti, warga lainnya yang enggan mempublikasikan identitasnya menyebutkan, sejak maraknya aktivitas galian C di sana, ekosistem pun rusak parah. Puluhan hektar lahan perkebunan warga musnah.
“Yang jelas sejak ada galian C KSU, kondisi sungai di sini rusak parah. Puluhan hektar lahan warga musnah, karena abrasi dan aliran sungai berpindah. Rumah warga juga abrol tergerus arus sungai. KSU itu infonya gak ada tu izinnya,” tutur warga lainnya sembari meminta hak tolaknya.
Pantauan video drone, terlihat jelas eskavator Caterpillar yang disebut – sebut milik KSU sedang beraktivitas di dalam aliran Sungai Batang Serangan. Kondisi sungai di sana juga terlihat mengalami kerusakan yang cukup parah.
Aktivitas eskavator pada kordinat 3.755439 LU dan 98.228511 BT berada di luar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) CV Central Perkasa Visioner dan tidak masuk dalam Peta ESDM. Diduga kuat, aktivitas galian tersebut berada di wilayah yang sepatutnya tidak dilakukan penambangan.
Hingga berita ini diterbitkan, R yang disebut – sebut sebagai perwakilan pihak KSU enggan memberikan komentar terkait hal tersebut. Sementara, pesan WhatsApp yang dikirimkan padanya sudah dibaca yang bersangkutan. (Ahmad)